Langsung ke konten utama

Atsiqoh Billah

Jagat raya media sudah sangat memukau dengan sajian beragam kisah inspiratif yang tak mampu jika disebutkan satu per satu, barangkali saya, kita, dan kalian semualah yang kurang jeli mengambil puing demi puing hikmahnya. Sudah sering orang lain bertutur: "Siapa saja bisa jadi guru, dan hal apapun bisa jadi pelajaran", tergantung bagaimana kita membaca setiap tanda dan mempraktikkannya dalam kehidupan nyata.
          Tak beda dengan media, kehidupan nyata (real life) juga telah menawarkan banyak sekali makna pada setiap hal yang menimpa, jika dalam kehidupan nyata belum juga bisa kita memaknainya, perlu ada tanya pada masing-masing jiwa, untuk apa sebenarnya rasa dicipta? Jika bukan untuk merasa.
          Saya bersyukur.. Diberikan kesempatan hidup dengan berbagai warna dan berbagai rupa orang yang mewarnainya, jika tanpa lingkungan dan lingkaran orang-orang baik, maka kelu rasanya menuangkan setiap kejadian yang menggetarkan jiwa dalam balutan aksara ini.
          Hal apa yang pernah kamu alami dalam hidupmu yang bisa mengoyak hatimu untuk tidak berhenti bermimpi?
          Jika boleh saya sebut satu dari semilyaran peristiwa, maka mimpi mas-mas berbaju kuning lengkap dengan atributnya yang ia kenakan setiap pagi adalah jawabannya.
          Siapa yang tak mengetahui buruh sapu jalanan yang menjadikan perjalanan kita semakin lengkap dengan trotoar-trotoar bersih yang enak dipandang, sehingga berbagai macam lensa mulai bergerak untuk mengabadikan. Bagaimana jika tak ada mereka? Buruh sapu, buruh sampah yang berkawan bau tak sedap namun menjadikan lingkungan menjadi sedap dipandang.
          Cerita bermula dari suatu perjalanan pagi yang saya alami, inilah salah satu alasan saya menyukai "sebuah perjalanan", bagi saya perjalanan adalah ladang muhasabah terbaik dengan moment yang apik.
          Angkutan yang saya tumpangi mendadak berhenti, pertanda ada sesuatu yang mengkhawatirkan hati, tapi jika ada hal yang tidak diinginkan terjadi berarti akan ada pelajaran yang harus digali selepasnya.
          Berhenti tepat dilingkar buruh sapu yang sigap untuk melaksanakan tugasnya, petugasnya masih muda, jika boleh ditebak mungkin seumuran saya (20-22 th), dan setelah ditanya ternyata benar adanya.
          Terlihat raut optimisme dalam dirinya, bersyukur dipertemukan dengan orang yang bisa membangkitkan keinginan yang ciut dalam bayangan menjadi sangat mudah digapai jika memang diusahakan, singkatnya ia berpesan "kalau dirimu belum bosan dan belum berhenti bermimpi, maka bersyukurlah, kamu sedang dalam keadaan baik".
          Buruh sapu ini sudah tiga tahun bekerja, selama itu sudah berhasil mengumpulkan uang dalam jumlah "cukup" untuk memberangkatkan diri sendiri, bahkan bersama Ibunya ke tanah suci. Hal yang luput dari pengharapanku selama ini karena merasa belum mampu, bahkan sudah menyerah sebelum mengusahakan.
         Berbicara tentang pekerjaan, penghasilan memang tidak akan pernah cukup, jika bukan kita yang mencukupkan dan merasa cukup. Kita atau bahkan saya saja akan selamanya berpikir kurang dan tidak mampu tanpa melihat mereka-mereka yang ada disekitar, jika mereka sudah membuktikan barulah terheran-heran.
          Saya berani bermimpi dalam hal apapun, tapi naasnya dalam hal semulia ini tidak bisa membesarkan usaha dan keyakinan, nasehat tentang keyakinan (atsiqoh billah) seolah berlalu begitu saja, untuk hal yang (saya anggap) besar itu, saya masih terlalu berkecil hati ternyata.
          Mulai hari itu, kembali saya ulang memori tentang peribahasa "sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit" yang dulu sering diungkapkan oleh Guru Bahasa Indonesia saya, juga belajar dari semua orang dan semua hal yang mempunyai jiwa dan mimpi yang besar, bahwa segala sesuatu akan mungkin, jika Allah berkehendak (mungkin), tentu teriring banyaknya do'a dan ikhtiar.
          Belum terlambat untuk menjadi besar dan berkeinginan besar, asal tidak menjadikan diri kita (merasa besar), terima kasih mas buruh sapu yang ternyata nasihatnya sangat saya butuh. Mari mengusahakan dengan sekuat kemampuan, labbaikallah.. Semoga Allah ridho :)

Komentar


  1. Termotivasi mba...dengan tulisan...

    BalasHapus
  2. Makasih uda mampir mbak Lusi, salam kenal :)

    BalasHapus
  3. Atsiqoh Billah menasihati dalam keyakinan. Ga Idza azamta fatawakal ala Allah. Ketika berazam maka bertawakal lah kepada Allah.

    Jadi tambah yakin dengan mimpi besar...

    Terimakasih ka

    BalasHapus
  4. "Belum terlambat untuk menjadi besar dan berkeinginan besar, asal tidak menjadikan diri kita (merasa besar)," -Great words.
    .
    .
    Arsilogi.id

    BalasHapus
  5. Suka sekali dengan kalimat ber-rima di paragraf kedua ❤

    BalasHapus
  6. Masya Allah, sangat memotivasi kak. Banyak orang di luar sana yang begitu bersemangat mengejar rezeki Allah, apapun yang penting halal. Hal itu semoga bisa memotivasi saya juga agar selalu berusaha😊 Aamiin

    BalasHapus
  7. Aamiin, motivasi untuk diri saya sendiri juga :)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Anak Broken Home Berbagi Cerita Tentang Pernikahan

"Pernikahan adalah hadiah terbaik dari Allah SWT untuk kita, dan kualitas dari pernikahan itu adalah persembahan kita untuk Allah SWT." Sepotong kalimat itu ku dapatkan setelah babat habis baca instagram story Febrianti Almeera, atau akrab dipanggil Teh Pepew. Entah kapan mulanya, akun Teh Pepew seringkali jadi media kontemplasi paling mendalam. Kata-katanya lugas dan jelas, lembut tapi menampar halus. Beliau ditakdirkan sepasang dengan Ulum A. Saif, kerap dipanggil Kang Ulum. Jika dilihat sekilas, cocok sekali beliau berdua. Saling melengkapi, saling mengisi, saling belajar. Definisi jodoh. Pembahasan instagram story Teh Pepew kali ini adalah tentang sahabat dekatnya yang baru saja melepas masa lajang di usia kepala 4. Apakah terlambat? Tentu tidak. Dipertemukan dalam kondisi terbaik yang dimiliki, dan di waktu yang terbaik menurutNya. Pembahasan menikah akhir-akhir ini akrab sekali di telinga. Ini bukan lagi tentang terburu-buru, bukan juga sesuatu yang tabu. Perjalanan mas

2023

Setiap tahunnya, selalu ada yang meleset dari resolusi. Tapi ada juga yang melesat di luar ekspektasi. Bagiku, mempertahankan kewarasan diri di antara lonjakan resolusi dan ekspektasi itulah, yang utama. Karena hubungannya dengan emosi: mengelola, memperlajari, dan akhirnya memperbaiki. 2022 terlewati dengan indah, sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Karena sejatinya, duka dan bahagia yang menemani di sepanjang tahun tertentu itu tidak ada yang tak mengisyaratkan pelajaran. 2022 membawaku ke banyak sekali tempat baru: bertemu, berkenalan, dan mengelola rindu atas pertemuan.  2022 mengajarkanku untuk tidak jumawa mengasumsikan skenarioNya, merencanakan bak sutradara, tapi lupa siapa yang memiliki kita dan mengatur perjalanan hidup kita. 2022 adalah kebahagiaan yang tak terkira, tak terukur, dan kesyukuran yang paling jujur.

2012

"nanti jangan jadi guru yaaa, jangan. Kamu ngga layak ditiru" Monolog beberapa tahun silam, saat akumulasi sesal dan kecewa bertumpuk. Tepat, yang berputar-putar di pikiran adalah sosok yang mulia itu. Persis dihubungkan dengan perlakuan diri sendiri, karena pada saat itu, status masih seorang pelajar, tapi agaknya jauh dari kata terpelajar. Maha Baik Allah, menjadikan rasa takut, khawatir, dan kerdil akan sebutan yang mulia 'guru' itu sebagai media untuk tumbuh dan berkaca. Rasa-rasanya, jadi guru itu tiada hari tanpa belajar dan mawas diri, merasa ngga mampu, merasa ngga becus, merasa ngga mumpuni, tapi dari semua perasaan itu tumbuh kesadaran untuk belajar. Ya mau ngga mau. Titik. Kalau kamu ngga penuhi hak diri kamu dengan belajar, gimana mau membersamai dan menunaikan hak pelajar-pelajar itu? Tepat hari ini, 25 November selalu sukses membuat diri linglung, haru, dan gemetar. Berjalan dengan sebutan guru itu ya berkelok-kelok. Kadang tersandung kerikil di jalan, k