Langsung ke konten utama

Kontemplasi: Niat

Bicara niat memang agak susah, apalagi jika sudah dikaitkan dengan amanah yang sedang dipikul, dan kelak akan dimintai pertanggungjawabannya. Kemudian bagaimana jika kita telah mengemban amanah namun niatnya bukan lurus lillahi taala? Saya mungkin tak mempunyai jawaban terbaik, tapi cobalah langsung bertanya pada Allah melalui perantara doa. Karena ketika amanah sudah berada di pundak kita, artinya ia tak salah tempat.

Jika mengingat apa yang disampaikan oleh Salim A. Fillah, niat itu bisa kita latih dan perbarui setiap saat. Artinya bagaimana? Untuk melakukan suatu kebaikan, kita harus terus berlatih. Melewati jalan terjal agar akhirnya terbiasa. Melewati benturan-benturan agar terbentuk.

Kemudian dengan apa memperbaruinya? Setiap dari kita akan mengalami fluktuasi iman, fluktuasi semangat dll. Oleh karenanya, kita harus selalu menyadari dan berujung memperbaiki niat kita agar lurus jalannya kepada Allah. Semoga saja kita bisa selalu seperti itu ya.

Contoh kasus sederhananya, jika kita seorang pengajar. Pagi-siang dihabiskan dengan berlelah-lelah menyalurkan ilmu yang didapatkan, namun ternyata dalam prosesnya, niat kita hanya untuk mendapat uang. Kemudian akhirnya kita tersadar, bahwa hal yang kita lakukan adalah salah. Kita menyadari dan kembali meluruskan niat, bahwa bukan itu satu-satunya hal yang kita harapkan. Itulah yang dimaksud dengan "niat itu bisa diperbarui setiap saat".

Jangan lupa cari lingkungan yang mendukung, karena pengalaman saya. Kebaikan-kebaikan akan mudah didapatkan ketika kita berada di lingkungan yang baik, terbiasa dengan hal baiknya yang mendorong kita untuk berbuat baik juga.

Komentar

  1. lingkungan memang yang berpengaruh banyak membentuk pribadi kita :)
    nice info, semangat kak :)

    Silahkan mampir blog saya, jangan lupa follow ya :)

    BalasHapus
  2. saya juga sering memperbaiki niat, takut niat awal jadi melenceng karena suatu pujian tau hal lainnya..semoga selalu diberi kemudahan oleh Allah ya mba

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Anak Broken Home Berbagi Cerita Tentang Pernikahan

"Pernikahan adalah hadiah terbaik dari Allah SWT untuk kita, dan kualitas dari pernikahan itu adalah persembahan kita untuk Allah SWT." Sepotong kalimat itu ku dapatkan setelah babat habis baca instagram story Febrianti Almeera, atau akrab dipanggil Teh Pepew. Entah kapan mulanya, akun Teh Pepew seringkali jadi media kontemplasi paling mendalam. Kata-katanya lugas dan jelas, lembut tapi menampar halus. Beliau ditakdirkan sepasang dengan Ulum A. Saif, kerap dipanggil Kang Ulum. Jika dilihat sekilas, cocok sekali beliau berdua. Saling melengkapi, saling mengisi, saling belajar. Definisi jodoh. Pembahasan instagram story Teh Pepew kali ini adalah tentang sahabat dekatnya yang baru saja melepas masa lajang di usia kepala 4. Apakah terlambat? Tentu tidak. Dipertemukan dalam kondisi terbaik yang dimiliki, dan di waktu yang terbaik menurutNya. Pembahasan menikah akhir-akhir ini akrab sekali di telinga. Ini bukan lagi tentang terburu-buru, bukan juga sesuatu yang tabu. Perjalanan mas

2023

Setiap tahunnya, selalu ada yang meleset dari resolusi. Tapi ada juga yang melesat di luar ekspektasi. Bagiku, mempertahankan kewarasan diri di antara lonjakan resolusi dan ekspektasi itulah, yang utama. Karena hubungannya dengan emosi: mengelola, memperlajari, dan akhirnya memperbaiki. 2022 terlewati dengan indah, sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Karena sejatinya, duka dan bahagia yang menemani di sepanjang tahun tertentu itu tidak ada yang tak mengisyaratkan pelajaran. 2022 membawaku ke banyak sekali tempat baru: bertemu, berkenalan, dan mengelola rindu atas pertemuan.  2022 mengajarkanku untuk tidak jumawa mengasumsikan skenarioNya, merencanakan bak sutradara, tapi lupa siapa yang memiliki kita dan mengatur perjalanan hidup kita. 2022 adalah kebahagiaan yang tak terkira, tak terukur, dan kesyukuran yang paling jujur.

2012

"nanti jangan jadi guru yaaa, jangan. Kamu ngga layak ditiru" Monolog beberapa tahun silam, saat akumulasi sesal dan kecewa bertumpuk. Tepat, yang berputar-putar di pikiran adalah sosok yang mulia itu. Persis dihubungkan dengan perlakuan diri sendiri, karena pada saat itu, status masih seorang pelajar, tapi agaknya jauh dari kata terpelajar. Maha Baik Allah, menjadikan rasa takut, khawatir, dan kerdil akan sebutan yang mulia 'guru' itu sebagai media untuk tumbuh dan berkaca. Rasa-rasanya, jadi guru itu tiada hari tanpa belajar dan mawas diri, merasa ngga mampu, merasa ngga becus, merasa ngga mumpuni, tapi dari semua perasaan itu tumbuh kesadaran untuk belajar. Ya mau ngga mau. Titik. Kalau kamu ngga penuhi hak diri kamu dengan belajar, gimana mau membersamai dan menunaikan hak pelajar-pelajar itu? Tepat hari ini, 25 November selalu sukses membuat diri linglung, haru, dan gemetar. Berjalan dengan sebutan guru itu ya berkelok-kelok. Kadang tersandung kerikil di jalan, k