Langsung ke konten utama

Wisuda: Akhir yang Memulai

Sejak 23 Mei yang lalu, saya sudah resmi dinyatakan sebagai lulusan Universitas Negeri Malang. Setelah berhasil melewati drama yang bertubi-tubi, pada tanggal itu yang kebetulan sedang bulan Ramadhan, saya melangsungkan sidang skripsi dengan akhir yang mengharukan. Tangis mendadak pecah setelah berhasil keluar dari ruangan dan berhasil keluar dari jeratan pertanyaan-pertanyaan yang menggetarkan.

Begitu banyak kata motivasi yang terlontar untuk saya, namun apa daya. Jika bukan diri sendiri yang menggerakkan, selamanya keinginan hanya akan jadi ingin. Ingin lulus tepat waktu, tapi malas bimbingan. Ingin skripsi yang menawan, namun jarang baca rujukan. Simpelnya, dulu saya sering begitu. Seolah berkompromi dengan Allah agar semuanya bisa terwujudkan secara instan. Padahal usaha seringkali ogah-ogahan.

Setelah melewati drama sidang, revisi, yudisium, sampai daftar wisuda yang ketinggalan itu saya jadi banyak introspeksi diri. Begitu indah jawaban dari Allah menunda hal-hal yang seringkali ingin segera diselesaikan. Allah hanya ingin kita sabar kemudian banyak mengambil pelajaran. Percayalah! Janji Allah selalu tepat dan benar-benar menakjubkan.

Sebulan setelah persidangan, saya melewati babak baru dalam hidup saya. Sebagai seseorang yang belum pernah berkecimpung di dunia "pekerjaan", baik online maupun kerja ikut orang. Babak ini cukup membuat saya deg-degan dan ketakutan. Minimnya pengalaman dalam dunia kerja pun menjadikan langkah saya semakin terseok-seok.

Namun saya percaya, dan selalu merasa beruntung didekatkan dengan banyak sekali orang yang mampu menularkan aura positifnya kepada saya. Hingga saya benar-benar bahagia dan mengalir begitu saja melewati babak selanjutnya dalam hidup sebagai seorang pekerja.

Saya sering murung dan sedih sendiri, merasa telah melewatkan banyak hal gara-gara saya berkerja, merasa terikat dengan banyak aturan, merasa bosan dengan ritual yang begitu-begitu saja. Tapi Allah kembali sadarkan melalui proses penantian yang panjang itu. Terhitung 6 bulan lebih beberapa hari saya menunggu datangnya upacara sakral perayaan kelulusan itu, lengkap dengan bumbu asam pahit manisnya perjuangan di balik prosesnya.

Terima kasih keluarga, sahabat, teman, dan semuanya! Do'anya yang tulus semoga Allah muluskan jalan-Nya, kadonya yang membludak semoga Allah selalu ingatkan saya, bahwa kalian semua selalu sebaik ini :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Anak Broken Home Berbagi Cerita Tentang Pernikahan

"Pernikahan adalah hadiah terbaik dari Allah SWT untuk kita, dan kualitas dari pernikahan itu adalah persembahan kita untuk Allah SWT." Sepotong kalimat itu ku dapatkan setelah babat habis baca instagram story Febrianti Almeera, atau akrab dipanggil Teh Pepew. Entah kapan mulanya, akun Teh Pepew seringkali jadi media kontemplasi paling mendalam. Kata-katanya lugas dan jelas, lembut tapi menampar halus. Beliau ditakdirkan sepasang dengan Ulum A. Saif, kerap dipanggil Kang Ulum. Jika dilihat sekilas, cocok sekali beliau berdua. Saling melengkapi, saling mengisi, saling belajar. Definisi jodoh. Pembahasan instagram story Teh Pepew kali ini adalah tentang sahabat dekatnya yang baru saja melepas masa lajang di usia kepala 4. Apakah terlambat? Tentu tidak. Dipertemukan dalam kondisi terbaik yang dimiliki, dan di waktu yang terbaik menurutNya. Pembahasan menikah akhir-akhir ini akrab sekali di telinga. Ini bukan lagi tentang terburu-buru, bukan juga sesuatu yang tabu. Perjalanan mas

2023

Setiap tahunnya, selalu ada yang meleset dari resolusi. Tapi ada juga yang melesat di luar ekspektasi. Bagiku, mempertahankan kewarasan diri di antara lonjakan resolusi dan ekspektasi itulah, yang utama. Karena hubungannya dengan emosi: mengelola, memperlajari, dan akhirnya memperbaiki. 2022 terlewati dengan indah, sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Karena sejatinya, duka dan bahagia yang menemani di sepanjang tahun tertentu itu tidak ada yang tak mengisyaratkan pelajaran. 2022 membawaku ke banyak sekali tempat baru: bertemu, berkenalan, dan mengelola rindu atas pertemuan.  2022 mengajarkanku untuk tidak jumawa mengasumsikan skenarioNya, merencanakan bak sutradara, tapi lupa siapa yang memiliki kita dan mengatur perjalanan hidup kita. 2022 adalah kebahagiaan yang tak terkira, tak terukur, dan kesyukuran yang paling jujur.

2012

"nanti jangan jadi guru yaaa, jangan. Kamu ngga layak ditiru" Monolog beberapa tahun silam, saat akumulasi sesal dan kecewa bertumpuk. Tepat, yang berputar-putar di pikiran adalah sosok yang mulia itu. Persis dihubungkan dengan perlakuan diri sendiri, karena pada saat itu, status masih seorang pelajar, tapi agaknya jauh dari kata terpelajar. Maha Baik Allah, menjadikan rasa takut, khawatir, dan kerdil akan sebutan yang mulia 'guru' itu sebagai media untuk tumbuh dan berkaca. Rasa-rasanya, jadi guru itu tiada hari tanpa belajar dan mawas diri, merasa ngga mampu, merasa ngga becus, merasa ngga mumpuni, tapi dari semua perasaan itu tumbuh kesadaran untuk belajar. Ya mau ngga mau. Titik. Kalau kamu ngga penuhi hak diri kamu dengan belajar, gimana mau membersamai dan menunaikan hak pelajar-pelajar itu? Tepat hari ini, 25 November selalu sukses membuat diri linglung, haru, dan gemetar. Berjalan dengan sebutan guru itu ya berkelok-kelok. Kadang tersandung kerikil di jalan, k