Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2019

Sang Wakil

Malam ini akan menjadi malam paling mendebarkan bagi Intanpurwanti. Perempuan berdarah Jawa yang mempunyai paras menawan dambaan setiap pria. Namun ternyata sirna, rasa akan kalah jika tak dikata. Sebentar lagi ia resmi menjadi milik orang. Seseorang yang sudah berani menemui orang tuanya untuk meminta ia menjadi pendamping hidup sesurganya. "Kreekk" Intan menyobek selembar kertas yang mulai basah karena air mata. Malam ini, seperti biasa Intan menuliskan kisahnya di buku-buku pribadinya. Entah sudah berapa buku ia habiskan. Ia memang seorang yang sangat introvert, bagi Intan menulis adalah caranya bercerita, caranya berbagai, caranya menyelesaikan masalah. Baginya interaksi tak harus dengan sosok yang nyata, dengan benda yang hanya diam membisu pun ia sudah merasa lega. "Nduk, mbok ya tidur. Calon pengantin gak boleh begadang" Tutur ibu dari balik pintu. "Iya Bu" Intan menjawab singkat. Sebentar lagi, ia akan serumah dengan seseorang yang beberap

Cita-cita, Impian, dan Sebongkah Harapan

“Sahabat adalah seorang yang pertama kali mengusap air mata ketika kesedihan merundung, sahabat adalah seseorang yang pertama kali menemani disaat diri merasa sepi, urun canda dan tawa saat kita bahagia, dan bahkan rela mengalah padahal hati kecilnya menangis” ***** Pengumuman kelulusan Ujian Nasional SMA Sederajat 48 jam lagi, hati mulai berkecamuk tidak karuan. Sebenarnya bukan perkara lulus atau tidaknya, Pak Subroto, Guru Agamaku bilang “yang terpenting bukan berlomba-lomba dalam hasil nilai Ujian Nasional, hingga menghalalkan segala cara agar dapat memperoleh nilai yang memuaskan, kalian mengerjakan dengan jujur saja itu sudah nilai dan kebanggaan luar biasa bagi kami”. Karena itu kami tidak khawatir, kami pasti lulus karena kami sudah berusaha mengerjakan dengan jujur, memaksimalkan usaha dan memperbanyak doa. “Bluukk” Nila mencoba membuyarkan pikiran Fitri yang sedang melayang-layang. “ ngelamunin apa sih Fit? Bengong aja dari tadi” ucap Nila. “Ehmmmm, itu Nil, lag

Pesan Puan

Menjadi puanmu, banyak hal yang harus disetarakan Mimpimu yang melangit dan usahamu yang melejit Karyamu yang melimpah ruah Cukup membuat goyah Menjadi puanmu, bukan rupawan wajah tolak ukurnya Kuatnya ditempa Tak hentinya bersusah Tak lelah menghamba Itulah poin utamanya Puan, semakin marak standar kecantikan Jangan menjadikan dirimu termakan Kriteria yang diciptakan, harusnya dipatahkan Belajar menerima dirimu Hargai keunikanmu Puan, bingungnya dirimu saat melangkah menunjukkan kau punya arah Tak bisa hanya menduga-duga jika tak ada langkah nyata Puan, ambil satu dari ribuan kebaikan yang ada Jadikan ia berbeda Jika biasanya, semua bisa Maka tentunya kamu lebih bisa Batu, 26 Oktober 2019.

Batu Menanti

Ribuan pasang mata melepas harap Meninggalkan dengan sedikit meratap Berharap esok tak menyisakan gelap Sebuah usaha menyelamatkan generasi untuk dibimbing sang murabbi Menembel lubang-lubang kekurangan pada diri Setidaknya, ada kebaikan yang akan menyelamatkan nanti Semua kebutuhan terpenuhi Semua doa seerat nadi Semua rindu keras terpatri Di sebuah desa pelosok negeri Jalannya terjal bak tak berpenghuni Hidup peradaban nan damai Ia beri nama pesantren pembentuk jati diri Berbondong-bondong menghampiri Demi menyumbangkan generasi pengabdi Illahi Samping kota namun jarang ada gemerlap duniawi Suatu saat, Batu menanti kemenangan sejati

Setumpuk Rindu Ibu

Beda sekali dengan bapak, ibu memang akan dengan mudah mengakui dan mengutarakan perasaannya. Entah sedang bangga, senang, sedih, marah, atau kangen pada anak-anaknya. Ibu punya banyak cara untuk menebus rasa kangennya. Barangkali, di rumah sedang diam-diam memasak menu kesukaan anaknya kemudian ia sendiri yang memakannya bersama bayangan buah hati yang sudah terpencar jauh untuk menimba ilmu. Bisa juga, dengan cara bersimpuh harap dalam doanya, berpasrah pada Sang Kuasa, karena tangannya tak mampu memeluk raga, dan hanya doa kekuatannya. Pernah sekali, menemukan seseorang dengan satu keterbatasan yang dimiliki. Ibunya dengan setia membimbing, menemani, dan mencintai dengan penuh dan utuh, tak ada yang berkurang di setiap harinya. Banyak sekali ditemukan kisah tentang seorang ibu, karena memang dengannya tak akan habis sebuah cerita. Meski terkadang, untuk berbagi cerita pada ibu saja harus melawan banyak hal. Takut menambah beban dan sebuah keinginan mengisi ruang kerinduan sering

Pulau Sempu Pelepas Penat

Hawa sejuk kota Batu menemani keberangkatan kami. Berangkat pukul 06:00 WIB menggunakan elf yang mampu menampung 17 orang. Perjalanan bersama tenaga pendidik di salah satu pesantren di kota Batu dalam rangka liburan pasca ujian tengah semester (UTS). Kami memilih untuk berlibur di dua pantai yang terletak di Malang, Jawa Timur. 4 jam berlalu, kami lalui dengan mual-mual karena jalan berbelok-belok, menanjak, dan bergeronjal. Pantai-pantai yang indah memang terletak di kawasan Malang Kabupaten bagian selatan. Disana akan dijumpai beragam pantai yang berjejer, siap untuk dinikmati bersama sebagai momentum pelepas penat dan momen keakraban bersama orang-orang tersayang. Tujuan kami adalah pantai ngudel dan lanjut berlayar ke Pulau Sempu. Karena kita memutuskan untuk berangkat berlibur di weekday, otomatis pengunjung lebih sedikit daripada weekend. Sesampai di pantai ngudel ternyata hanya rombongan kami yang berkunjung, dan tak lama kemudian disusul satu rombongan lagi. Namun inilah ya

Hilang

Selamat datang di usia 20an, selamat datang masa quarter life crisis, selamat datang tumpukan pekerjaan, dan selamat tinggal teman. Ternyata begini rasanya ya, seperti ada yang kurang, ada yang hilang. Beberapa tahun yang lalu momen masuk kuliah sangat dinantikan, dilalui dengan sangat membahagiakan. Banyak teman, banyak ruang diskusi, banyak media penghibur diri, juga banyak cara aktualisasi diri. Empat tahun waktu bergulir, cepat sekali menyingkap kenangan selama bangku perkuliahan. Katanya, kita sudah menemui masing-masing jalannya, menjumpai kehidupan yang sesungguhnya. Tapi serasa ada yang hilang? Ya, teman. Ketika kita disibukkan dengan pekerjaan atau tanggung jawab lain usai lulus dari bangku perkuliahan, perlahan satu demi satu sosok teman akan berganti peran. Biasanya selalu ada saat suka dan duka, selalu menemani kemanapun pergi, tempat berkeluh-kesah tanpa pandang waktu. Dan kini ada yang kurang, namun bukan hilang. Mereka hanya berganti peran. Barangkali hadirnya ta

Letakkan Bahagia Pada Nampan Perjuangan

"Ya beginilah berjuang itu" Satu kalimat yang membuka pembicaraan kita pagi tadi. Sesama sedang berjuang, agaknya perlu memberikan suntikan semangat antara satu dengan yang lainnya. Iman saja bisa naik dan turun, apalagi tingkatan semangat, kan? Tentu saja kita perlu penambah-penambah semangat agar kita terpacu dengannya. Sabtu adalah satu hari yang dinanti setelah minggu, setelah 5 hari berjibaku dengan aktivitas yang kadang melelahkan. Eh, jangan lelah tapi harus lillah ya! Hehe Aktivitas transfer ilmu memang tak semulus jalan tol. Menemui murid-murid yang mungkin butuh perlakuan spesial, melawan kemalasan, menata kembali niat, hingga meluruskan jalan juang tentu pernah dialami oleh semua pentransfer. Terkadang kita terlalu memikirkan target dan hasil, sampai melupakan prosesnya. Ya memang penting, dalam menjalankan sesuatu kita harus termotivasi pada hasil yang hendak kita capai. Namun alangkah indahnya jika segala kebahagiaan dan usaha keras kita letakkan pada nampa

Narasi Sang MC Istana Negara

Kemarin (17-18/10) berkesempatan menyaksikan secara langsung wajah MC kondang yang berkiprah di acara-acara kenegaraan maupun berbagai acara formal dan non formal lain di Jakarta. Pria asal Tasikmalaya dengan nama lengkap Heppy Chandrayana. Pukul 20:05 WIB, ia mulai menyapa kami yang sudah lebih dulu duduk rapi menanti kehadirannya di kota dingin, Batu. Kali ini ia akan mengisi seminar public speaking dan motivasi untuk santriwati LPMI Al-izzah di jenjang SMP dan SMA. 700 lebih santriwati berkumpul dalam auditorium dengan rasa penasaran, siapa sosok yang terpampang di banner  putih atas panggung itu. (Foto Heppy Chandrayana saat mengisi materi seminar public speaking dan motivasi) Senyuman renyah darinya sebagai pembuka perjumpaan kami malam itu, ia mulai dengan ice breaking selama lima menit sebelum memaparkan video profil singkat tanpa di pandu oleh moderator. Tidak heran, inilah sosok MC kondang yang sudah biasa membawai beribu-ribu peserta seminar itu. Heppy melan

Merakit Mimpi

Sore tadi di kota dingin bersama suara bising Tonggeret, ada 23 jiwa yang mencoba berteriak dengan cara paling senyap, mereka tuliskan kembali target lengkap dengan komitmennya. Harapan kalian adalah apa yang akan saya (bantu) realisasikan, kemudian kami menutup dengan senyuman. Mengevaluasi proses menuju pencapaian, merakit kembali cita dengan penuh cinta agar sampai pada tujuan, melingkarkan kembali kelingking menyimpulkan perjanjian. Bersama mereka yang selalu memenuhi memori hp dan hati saya. Dengan mereka, kemarahan adalah satu hal yang membuat berantakan hal-hal yang lainnya. Perlakuan mereka dengan tidak sengaja memberikan pesan, kurang sempurna ilmu yang selama ini digali, tumpukan agenda yang setiap minggu diikuti, bahkan bukti apapun yang menguatkan diri, jika tidak dengan "sabar dan ikhlas" mendampingi, semua tak akan mudah dijalani. Lewat mereka saya bisa belajar setiap hari. menjumpai hal buruk sebagai pengingat agar tidak dilakukan lagi kemudian hari,

Kesempatan untuk Sakit

Nikmat sehat merupakan suatu hal yang gampang sekali untuk dilupakan. Merasa kuat, tahan banting, bisa melakukan apa saja hingga lupa jika Allah sudah mencabut secuil saja dari nikmat sehat itu dan Allah ganti dengan kesakitan, barulah kita merasa tidak berdaya di hadapan-Nya. Dua hari ini, Allah beri saya kesempatan untuk merasakan nikmat sakit, dan Allah beri jeda waktu untuk saya bermuhasabah. Saya sempat sombong dan merasa kuat karena Allah jarang sekali memberikan saya nikmat sakit. Tenyata di balik itu semua, harusnya saya sedih karena Allah jarang sekali memberi saya kesempatan untuk menghapus dosa-dosa. Hanya bisa berbaring, ibadah tak semangat, mangan tak enak, tidur pun tak nyenyak. Banyak sekali hal yang merasa terlewatkan begitu saja karena kondisi tubuh yang tidak bisa diajak kompromi. Ternyata, baru diberi nikmat sakit yang seenteng inipun saya sudah mengeluh. Saya tidak habis pikir, dengan keadaan orang-orang yang terbaring lemah di rumah sakit, berteman cairan yan

Gerimis Belum Mengundang

Sejauh ini kemarau masih panjang Jalanan teramat gersang Udara pun tak lagi menyegarkan Daun-daun gugur bersama keringnya rerumputan Harusnya, gerimis sudah mengundang Sungai terpanjang di Jawa mulai surut dan kering kerontang Tak menampakkan alirannya yang memanjang Biasanya, menjadi sumber mata air kehidupan Sekarang surut dan tak enank dipandang Di bawah kaki gunung yang dulunya bisa menggigil Sekarang tak lagi jaket memanggil Gerah dan dahaga mendera Kapan hujan kan menyapa? Kami merindukan setiap tetesan tulus dari langit abu Tapi jangan kau hukum kami dengan murka petirmu Di bawah payungan nan syahdu Menari dan berlari Menghirup bau sedap dari tanah yang terobati rindunya oleh hujan Kapan kan tiba hari? Menanti momen berlarian menyelamatkan baju Agar tak sampai tertetes butiran penyejuk kalbu Awan hitam menggumpal belum jua datang Apalagi gerimis dinantikan untuk segera mengundang Semoga, rindu kami benar Agar kau datang tak dengan paksaan Batu, 13 O

Rona Kalam-Nya

Ku lihat ia yang duduk memangku kalam-Nya Melawan kantuk dan keengganan Bibirnya basah mengeja setiap kata Mengungkap setiap makna yang disiratkan-Nya Pelan, dan sesekali mengeras tanpa mengeluh Sebelum fajar menyingsing, bergegas ia berlarian berhamburan Mengharap rida Sang Ilahi Menyiapkan segala peralatan, tak mau jika ada yang tertinggal Sebelum sang matahari tenggelam pun kembali bergegas Mengeja ayat-Nya yang belum tuntas dibaca Ridai cita-cita mulia mereka Untuk menjadi Mujahidah yang dirindukan surga Untuk menggapai Rida orang tua Sehingga mudah jalan untuk menuju-Nya Ekspresi kusut yang terpampang dari rona wajah mereka Tak menyurutkan semangatnya Berjalan memang tak mudah, kadang ada kerikil yang menyala Apalagi berlari, kadang tersandung pun tak apa Rona jingga sebentar lagi merekah Menciptakan bau harus semerbak menggetarkan jiwa Kelelahan akan dibalaskan pahala setimpal Peluh keringat perjuangan akan ditambah bumbu kemanisan Pasti, lelah-lelah itu

Sudut Jalan

Dari persimpangan yang berseberangan Berusaha lari meski penuh kegontaian Nafsu kelana meronta Semakin tak tau arah Sedang harapan semu seolah menyapa Kembalilah, Ketika kau mulai kehilangan arah Ketika tekadmu mulai goyah Ketika asamu rasanya tak bisa dijamah Ku yakin, kau bisa baik-baik saja Di sudut jalan itu, Beribu kalimat terlontar tanpa pembuka Berjuta tawa tanda bahagia Dan tumpukan rindu akhirnya menemukan obatnya Cukup jelas mengekspresikan rasa, selalu sederhana Sembari menikmati coklat hangat yang hampir dingin Ditambah udara yang tak kalah menggigil Asap saling sahut mengepul Merayakan hadirnya kita ketika berkumpul Gelak tawa semakin tak terkira Dibumbui cerita Sesekali tak bersuara Meraba-raba kebiasaan yang tak lagi dilakukan selepas tiga purnama Lalu malam itu kembali tumpah ruah Di sudut jalan dengan arah yang sama Batu, 08 Oktober 2019

Sangkuriang dan Santi yang Menawan

Alkisah, di sebuah desa yang masyhur dengan hasil tanaman sayurnya. Hiduplah seorang anak bernama Sangkuriang, ia mempunyai hobi berkelana kesana-kemari mencoba banyak hal. Ia mempunyai hobi yang hampir setiap hari ia kerjakan, yaitu pergi ke hutan untuk berburu. Saat itu, dengan sangat bergairah ia melihat seekor burung yang sedang bertengger di pohon. "Wah pas ini, jika saya bisa menembaknya tepat sasaran, kan lumayan" ungkap Sangkuriang dalam hati. Lalu ia mulai mempersiapkan alat tempurnya untuk menyasar sang burung, dan tepat. Ia berhasil menembak burung yang sedang bertengger itu kemudian ia bawa pulang. Bergegas ia pulang karena ingin menyampaikan kabar girangnya kepada sang ibu, namun ternyata tidak sesuai yang Sangkuriang inginkan. Ibunya justru marah karena ia telah dianggap ibunya mengganggu burung yang tidak salah apa-apa. Usai ibunya marah, Sangkuriang pun ikut marah dan merasa usahanya sia-sia, padahal niatnya adalah ingin dianggap hebat oleh ibunya. Tak

Sang Waktu

Bersiap menjamu tamu di sudut pintu Sesekali menyeka tangis agar tak sampai menggugu Semua seakan cepat sekali berlalu Proses penantian yang lama itu, akan menyingkap tabir temu Menjadi utuh dan beradu satu Sang waktu memutuskan "hari ini" Setelah melewati beberapa purnama penyayat hati Kini saatnya penyambutan untuk diri Penghargaan untuk hasil usaha sendiri Selamat, lamat-lamat terdengar bisikkan lembut seraya tepukan di bahu kiri Kamu hebat! Kotak penuh misteri itu perlahan terbuka satu per satu Menyajikan kejadian memukau Menjawab resah penuh haru Mengisyaratkan sang waktu untuk bertemu Di titik terendah saat itu, Ada harapan yang terkesan halu Ada kebosanan yang dengan gegas maju Dan ada sang waktu yang setia merayu Barangkali, jika saat itu sang waktu tak berkenan menarik kembali aku Penantian hanya akan melebur dan membisu Namun sang waktu berpesan agar tak begitu Selalu ada seni dalam perjalanan menunggu Selalu ada sabar dalam proses menuju

Pulang (1)

Jiwa yang kering sudah menebus kerinduan, terhitung 96 jam terguyur tawa bersama duka. Getar ponsel yang tak henti-henti menandakan; ada banyak notifikasi yang menunggu untuk discroll jari . Tak seperti biasanya, sang empu berharap bisa tidur nyenyak dengan menonaktifkan ponsel yang biasanya tergeletak tepat disampingnya, dengan kekhawatiran yang cukup memporak-porandakan, tidur awal waktu tetap jadi pilihan, berharap esok akan datang kabar baik yang terucap dari lisan insan. 7 chat masuk dari keluarga, diiringi beberapa puluh panggilan tak terjawab yang baru saja masuk karena mata baru berhasil terbuka, dan jari baru berhasil menyentuh layar benda persegi panjang, saat itu pukul 03:30 WIB, sembari kucek-kucek mata mencoba fokus untuk membaca satu demi satu chat yang masuk, dan benar! Setelah itu hanya isak yang terdengar. Kepulangan memang suatu hal yang dinantikan, tapi bukan pulang karena kabar kedukaan. Hari ini saya tuliskan untuk merawat ingatan, agar do'a-do&#

Oh Kiai

Kiai Sesubuh itu ku buka pintu Ku sapa hangat angin yang menusuk tubuh Biasanya tak pernah ku buka selimut itu Kembali beradu menjadi pilihan nomor satu Engkau bilang, di sini sebaik-baik tempat peraduan Bukan tempat pembuangan Ternyata benar, ku lihat langkah mereka tidak gamang Sesekali merangkak, kesakitan, namun tetap berjalan Aku salut kiai, kau beri teladan melalui tindakan Bukan omongan yang tak bisa dipertanggung jawabkan Barangkali lewat sajadah panjang yang tiap pagi menjelang selalu tergelar Atau amalan sunnah yang tak tampak, namun di langitnya menggelegar Atau khusyuknya doa yang senantiasa terujar Semuanya, berkatmu kiai Dalam doa kami yang barangkali terlewatkan Atau kebaikan yang belum sempat kami balaskan Ilmu yang belum mampu kami amalkan Teladan yang belum berhasil kami tirukan Malam ini, dalam simpuhan doa panjang Berulang kali nama terucapkan Untuk kiai, guru, dan semuanya yang tak tersebutkan Semoga senantiasa dalam lindungan Serta sebai