Langsung ke konten utama

Setumpuk Rindu Ibu

Beda sekali dengan bapak, ibu memang akan dengan mudah mengakui dan mengutarakan perasaannya. Entah sedang bangga, senang, sedih, marah, atau kangen pada anak-anaknya. Ibu punya banyak cara untuk menebus rasa kangennya. Barangkali, di rumah sedang diam-diam memasak menu kesukaan anaknya kemudian ia sendiri yang memakannya bersama bayangan buah hati yang sudah terpencar jauh untuk menimba ilmu. Bisa juga, dengan cara bersimpuh harap dalam doanya, berpasrah pada Sang Kuasa, karena tangannya tak mampu memeluk raga, dan hanya doa kekuatannya.

Pernah sekali, menemukan seseorang dengan satu keterbatasan yang dimiliki. Ibunya dengan setia membimbing, menemani, dan mencintai dengan penuh dan utuh, tak ada yang berkurang di setiap harinya.

Banyak sekali ditemukan kisah tentang seorang ibu, karena memang dengannya tak akan habis sebuah cerita. Meski terkadang, untuk berbagi cerita pada ibu saja harus melawan banyak hal. Takut menambah beban dan sebuah keinginan mengisi ruang kerinduan seringkali beradu dalam satu waktu.

Sebagai anak perempuan ibu, banyak nilai yang disampaikan sejak dulu. Banyak pesan yang harus digugu. Ibu juga sering mengajari melalui tindakan nyatanya, tak banyak kata, namun terselip banyak makna dalam tindakannya.

Bulan ini, ibu beri hadiah yang adiwarna. Tepat di penghujung penantian, ia berikan pelukan hangat lengkap dengan senyuman seraya berkata "makasih mbak, nggak pernah repotin orang tua". Ku balas anggukan penuh malu, namun saat itu setumpuk rindu ibu berbayar temu.

Komentar

  1. beneran ya... kasih ibu itu tak terhingga sepanjang masa.

    BalasHapus

  2. Kalo ngebahas ibu pasti sedih.. makasih untuk tulisannya

    BalasHapus
  3. Aku terdiam bila bercerita tentang ibu, karena aku tau bagaimana rasanya punya ibu.

    BalasHapus
  4. Satu rindu....
    Seperti hujan yang selalu ingatkanku, tentang Ibu

    BalasHapus
  5. Cinta ibu yang tak perlu alasan, selalu mengalir. Ibu💜

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Anak Broken Home Berbagi Cerita Tentang Pernikahan

"Pernikahan adalah hadiah terbaik dari Allah SWT untuk kita, dan kualitas dari pernikahan itu adalah persembahan kita untuk Allah SWT." Sepotong kalimat itu ku dapatkan setelah babat habis baca instagram story Febrianti Almeera, atau akrab dipanggil Teh Pepew. Entah kapan mulanya, akun Teh Pepew seringkali jadi media kontemplasi paling mendalam. Kata-katanya lugas dan jelas, lembut tapi menampar halus. Beliau ditakdirkan sepasang dengan Ulum A. Saif, kerap dipanggil Kang Ulum. Jika dilihat sekilas, cocok sekali beliau berdua. Saling melengkapi, saling mengisi, saling belajar. Definisi jodoh. Pembahasan instagram story Teh Pepew kali ini adalah tentang sahabat dekatnya yang baru saja melepas masa lajang di usia kepala 4. Apakah terlambat? Tentu tidak. Dipertemukan dalam kondisi terbaik yang dimiliki, dan di waktu yang terbaik menurutNya. Pembahasan menikah akhir-akhir ini akrab sekali di telinga. Ini bukan lagi tentang terburu-buru, bukan juga sesuatu yang tabu. Perjalanan mas

2023

Setiap tahunnya, selalu ada yang meleset dari resolusi. Tapi ada juga yang melesat di luar ekspektasi. Bagiku, mempertahankan kewarasan diri di antara lonjakan resolusi dan ekspektasi itulah, yang utama. Karena hubungannya dengan emosi: mengelola, memperlajari, dan akhirnya memperbaiki. 2022 terlewati dengan indah, sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Karena sejatinya, duka dan bahagia yang menemani di sepanjang tahun tertentu itu tidak ada yang tak mengisyaratkan pelajaran. 2022 membawaku ke banyak sekali tempat baru: bertemu, berkenalan, dan mengelola rindu atas pertemuan.  2022 mengajarkanku untuk tidak jumawa mengasumsikan skenarioNya, merencanakan bak sutradara, tapi lupa siapa yang memiliki kita dan mengatur perjalanan hidup kita. 2022 adalah kebahagiaan yang tak terkira, tak terukur, dan kesyukuran yang paling jujur.

2012

"nanti jangan jadi guru yaaa, jangan. Kamu ngga layak ditiru" Monolog beberapa tahun silam, saat akumulasi sesal dan kecewa bertumpuk. Tepat, yang berputar-putar di pikiran adalah sosok yang mulia itu. Persis dihubungkan dengan perlakuan diri sendiri, karena pada saat itu, status masih seorang pelajar, tapi agaknya jauh dari kata terpelajar. Maha Baik Allah, menjadikan rasa takut, khawatir, dan kerdil akan sebutan yang mulia 'guru' itu sebagai media untuk tumbuh dan berkaca. Rasa-rasanya, jadi guru itu tiada hari tanpa belajar dan mawas diri, merasa ngga mampu, merasa ngga becus, merasa ngga mumpuni, tapi dari semua perasaan itu tumbuh kesadaran untuk belajar. Ya mau ngga mau. Titik. Kalau kamu ngga penuhi hak diri kamu dengan belajar, gimana mau membersamai dan menunaikan hak pelajar-pelajar itu? Tepat hari ini, 25 November selalu sukses membuat diri linglung, haru, dan gemetar. Berjalan dengan sebutan guru itu ya berkelok-kelok. Kadang tersandung kerikil di jalan, k