Langsung ke konten utama

Dita Dyah Sang Pelawan


Pertama kali, hanya membaca nama WhatsAppnya karena sering muncul di grup yang dua bulan belakangan ini sangat aktif. Ya, di grup One Day One Post. Nampaknya sosok ini menjadi penanggung jawab di salah satu kelompok ODOP , Batch 7.

Perempuan kelahiran Jakarta 10 Desember 1996 ini ternyata sudah banyak terjun di dunia kepenulisan. Dita mulai suka membaca sejak SD, ia mulai dengan kegemarannya membaca buku-buku yang ada gambarnya, tak jarang ia juga membaca buku pelajaran.

Dita mulai suka dunia tulis menulis ketika ia keseringan membaca cerita bergambar atau cerpen yang kurang puas dengan ending ceritanya, dari kegelisahan itulah Diah berpikir "kenapa tidak mencoba menulis sendiri saja untuk menciptakan ending yang memuaskan?".

Sepak terjang Dita dalam dunia kepenulisan tidak melulu menemukan jalan yang mulus. Ia telah mengalami berbagai macam rintangan dan nyinyiran yang ia lawan dengan pembuktian. Dita mulai banyak belajar dan berkiprah di dunia kepenulisan, justru dengan adanya pelemahan-pelemahan dari orang lain membuatnya semakin kuat untuk belajar dan mendalami dunia kepenulisan.

Pengalaman dan prestasi Dita dalam dunia kepenulisan diantaranya: - Penulis puisi di salah satu media online yang dibukukan
- Penulis puisi di embrio yang dibukukan
- Penulis dan editor Nostalgia Biru (Kumpulan ODOP 3)
- Penulis dan editor Secangkir Sahlab Beraroma Surga (Kumpulan Cerpen Palestina)
- Penulis dan editor Klasik (Kumpulan ODOP 6)
- Pernah terpilih menjadi penulis cerpen di Ngodop.com
- Penulis kumpulan puisi "Kunyatakan Rasa pada Semesta".

Mari banyak belajar dari sosok Dita, bahwa apa yang terjadi dalam hidup memang terkadang butuh dilawan dengan berbagai bentuk pembuktian. Buktikan bahwa kita bisa, dan kita bahagia berjalan sesuai dengan passion kita.

Komentar

  1. Terima kasih sudah mengabadikan diriku 😍💗

    BalasHapus
  2. Sehari gak ngeliat doi retjeh di grup, kayak ada yang kurang ahahahah

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Anak Broken Home Berbagi Cerita Tentang Pernikahan

"Pernikahan adalah hadiah terbaik dari Allah SWT untuk kita, dan kualitas dari pernikahan itu adalah persembahan kita untuk Allah SWT." Sepotong kalimat itu ku dapatkan setelah babat habis baca instagram story Febrianti Almeera, atau akrab dipanggil Teh Pepew. Entah kapan mulanya, akun Teh Pepew seringkali jadi media kontemplasi paling mendalam. Kata-katanya lugas dan jelas, lembut tapi menampar halus. Beliau ditakdirkan sepasang dengan Ulum A. Saif, kerap dipanggil Kang Ulum. Jika dilihat sekilas, cocok sekali beliau berdua. Saling melengkapi, saling mengisi, saling belajar. Definisi jodoh. Pembahasan instagram story Teh Pepew kali ini adalah tentang sahabat dekatnya yang baru saja melepas masa lajang di usia kepala 4. Apakah terlambat? Tentu tidak. Dipertemukan dalam kondisi terbaik yang dimiliki, dan di waktu yang terbaik menurutNya. Pembahasan menikah akhir-akhir ini akrab sekali di telinga. Ini bukan lagi tentang terburu-buru, bukan juga sesuatu yang tabu. Perjalanan mas

2023

Setiap tahunnya, selalu ada yang meleset dari resolusi. Tapi ada juga yang melesat di luar ekspektasi. Bagiku, mempertahankan kewarasan diri di antara lonjakan resolusi dan ekspektasi itulah, yang utama. Karena hubungannya dengan emosi: mengelola, memperlajari, dan akhirnya memperbaiki. 2022 terlewati dengan indah, sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Karena sejatinya, duka dan bahagia yang menemani di sepanjang tahun tertentu itu tidak ada yang tak mengisyaratkan pelajaran. 2022 membawaku ke banyak sekali tempat baru: bertemu, berkenalan, dan mengelola rindu atas pertemuan.  2022 mengajarkanku untuk tidak jumawa mengasumsikan skenarioNya, merencanakan bak sutradara, tapi lupa siapa yang memiliki kita dan mengatur perjalanan hidup kita. 2022 adalah kebahagiaan yang tak terkira, tak terukur, dan kesyukuran yang paling jujur.

2012

"nanti jangan jadi guru yaaa, jangan. Kamu ngga layak ditiru" Monolog beberapa tahun silam, saat akumulasi sesal dan kecewa bertumpuk. Tepat, yang berputar-putar di pikiran adalah sosok yang mulia itu. Persis dihubungkan dengan perlakuan diri sendiri, karena pada saat itu, status masih seorang pelajar, tapi agaknya jauh dari kata terpelajar. Maha Baik Allah, menjadikan rasa takut, khawatir, dan kerdil akan sebutan yang mulia 'guru' itu sebagai media untuk tumbuh dan berkaca. Rasa-rasanya, jadi guru itu tiada hari tanpa belajar dan mawas diri, merasa ngga mampu, merasa ngga becus, merasa ngga mumpuni, tapi dari semua perasaan itu tumbuh kesadaran untuk belajar. Ya mau ngga mau. Titik. Kalau kamu ngga penuhi hak diri kamu dengan belajar, gimana mau membersamai dan menunaikan hak pelajar-pelajar itu? Tepat hari ini, 25 November selalu sukses membuat diri linglung, haru, dan gemetar. Berjalan dengan sebutan guru itu ya berkelok-kelok. Kadang tersandung kerikil di jalan, k