Langsung ke konten utama

Sepenggal Kisah Tentang Bapak

Sosok yang dingin, penuh teka-teki, dan akan memerah wajahnya ketika ada suatu hal yang mulai tak selaras dengan keinginannya. Kata yang terlontar dari mulutnya singkat dan pendek, seringkali diam ketika sudah fokus terhadap satu hal, dan sulit sekali mengekspresikan rasa sayangnya, tapi jangan salah, ia terkenal sebagai orang yang humoris bagi siapapun yang telah mengenal dekat dengannya. Itulah deskripsi singkat terkait sosok yang selama ini saya panggil “Bapak”.
Tahun 1998 silam, terlihat rona bahagia yang menyelimuti wajahnya. Anak pertama yang sangat dinantikan setelah genap satu tahun usia pernikahannya dengan seorang perempuan pilihannya akan segera hadir menambah kehangatan di keluarga kecilnya. Cita-citanya terkabul, ia berkeinginan memiliki buah hati perempuan untuk kelahiran anak pertamanya. Sudah disiapkan nama yang indah jauh-jauh hari sebelum perkiraan kelahiran itu tiba.
Di usia pernikahan yang masih seumur jagung, sepasang pengantin ini nampaknya telah menikmati indahnya hasil dari usaha-usahanya selama ini. Ekonominya lebih dari cukup, mempunyai pekerjaan tetap yang lumayan mapan, dan belum ada tunggakan-tunggakan bahkan hutang-hutang yang memberatkan. Hanya saja, belum mempunyai rumah impian yang bisa memakmurkan. Benar, sepasang ini masih tinggal bersama orang tua dari suami sampai pernikahan mereka berumur tujuh tahun.
Tentu banyak sekali kenangan indah yang masih tersimpan rapi bersama Bapak. Dongeng ande-ande lumut yang selalu diulang setiap kali sulungnya akan memejamkan matanya belum juga bosan diceritakannya. Ditambah dengan nyanyian-nyanyian yang ia karang sendiri untuk menina bobokkan putrinya. Bapak saya memang seorang yang dingin dan terkesan keras, namun hatinya selalu tulus ingin memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya, hanya saja ia seringkali kesusahan ketika harus mengekspresikan bentuk kasih sayangnya.
Menjadi anak pertama jelas menjadi berbeda diantara yang lainnya. Apalagi menjadi cucu yang pertama juga. Kasih sayang mereka untuk kita masih utuh dipersembahkan untuk seseorang yang selama ini mereka nantikan. Bahkan apapun rela dilakukan agar kita bahagia.
Masih ingat sekali, sejak usia dua tahun saya adalah seseorang yang sangat susah tidur malam. Ketika menjelang pukul delapan malam bapak saya akan selalu sedia sepeda dan gendongan batiknya untuk mengajak saya berkeliling menghirup udara segar di sekitar gang rumah kami. Itulah cara ampuh agar saya bisa tertidur pulas, seringkali sebelum kembali ke rumah saya sudah mulai tidur di sepanjang perjalanan.
Hal rutin yang selalu bapak saya lakukan ketika saya mulai rewel dan ibu saya tak lagi sanggup menidurkan karena sudah lelah seharian mengurusi saya dan harus mengasihi hingga saya umur dua tahun. Problematika yang mereka harus hadapi ketika memiliki saya sebagai anak pertama mereka.
Kesibukan bapak saya sebagai perangkat desa memang tidak melulu terikat dengan jam kerja seperti halnya pegawai kantoran. Oleh karenanya bapak selalu punya banyak waktu untuk saya, apalagi ketika semua pekerjaannya telah selesai ia lakukan. Waktu santai-santai di rumah bersama keluarga akan semakin mudah didapatkan.
Kebiasaan bapak setiap malam menjelang adalah sibuk dengan mesin ketik tuanya, bunyinya keras sampai ke kamar terdengar. Sesekali ketika saya tiba-tiba terbangun dari tidur adalah mengikuti bapak begadang bersama mesin tua itu, saya senang sekali mengganti kertas yang akan habis dan penuh dengan ketikan itu, atau menambah tinta jika warna yang dihasilkan mulai memudar.
Bapak saya mungkin beda dengan yang lainnya, bapak saya berkesempatan mengenyam pendidikan SMA yang ia tamatkan jauh dari desa kelahirannya. Berbekal tekad dan keyakinan bapak berhasil melewati masa-masa kritis selama tiga tahun itu dan mempunyai orang tua angkat di dekat ia bersekolah. Pernah sekali bapak mengajak saya main kesana, namun sekarang sudah dipanggil oleh Sang Kuasa.
Bagi orang yang baru saja mengetahui bapak saya secara sekilas, akan dengan mudah mengambil kesimpulan seperti yang saya sebutkan di awal paragraf. Namun alangkah baiknya kita mengenal lebih jauh agar lebih memahami sifat dan karakter seseorang. Berapa banyak orang yang sudah menyebut bapak saya adalah orang yang keras kapala, dingin dan sebagainya. Namun bagi saya, yang menyebutnya demikian adalah yang belum mengenalnya secara mendalam.
Hingga saat ini, di usia saya yang sudah menginjak 21 tahun, saya seringkali masih kebingungan jika harus menggambarkan kepribadian seorang bapak saya. Saya tiap hari masih menerka-nerka dan menebak-nebak bentuk ungkapan kasih sayangnya. Namun saya yakin dan percaya, semua orang tua tentu menginginkan berbuat yang terbaik untuk anaknya.
Bentuk kasih sayang bapak memang seringkali tak terlihat oleh mata, namun selalu terdefinisikan oleh rasa. Bagaimana ia menyembunyikan khawatirnya, membesarkan rasa kepeduliannya, perlahan menurunkan egonya, dan menambah rasa cintanya di setiap harinya.
Banyak sekali kisah bersama bapak yang tidak akan cukup jika diuraikan satu per satu, namun suatu saat saya masih punya harapan besar untuk menuliskan biografinya sebagai balasan sayang saya untuknya meskipun tidak akan sebanding dengan kasih sayangnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Anak Broken Home Berbagi Cerita Tentang Pernikahan

"Pernikahan adalah hadiah terbaik dari Allah SWT untuk kita, dan kualitas dari pernikahan itu adalah persembahan kita untuk Allah SWT." Sepotong kalimat itu ku dapatkan setelah babat habis baca instagram story Febrianti Almeera, atau akrab dipanggil Teh Pepew. Entah kapan mulanya, akun Teh Pepew seringkali jadi media kontemplasi paling mendalam. Kata-katanya lugas dan jelas, lembut tapi menampar halus. Beliau ditakdirkan sepasang dengan Ulum A. Saif, kerap dipanggil Kang Ulum. Jika dilihat sekilas, cocok sekali beliau berdua. Saling melengkapi, saling mengisi, saling belajar. Definisi jodoh. Pembahasan instagram story Teh Pepew kali ini adalah tentang sahabat dekatnya yang baru saja melepas masa lajang di usia kepala 4. Apakah terlambat? Tentu tidak. Dipertemukan dalam kondisi terbaik yang dimiliki, dan di waktu yang terbaik menurutNya. Pembahasan menikah akhir-akhir ini akrab sekali di telinga. Ini bukan lagi tentang terburu-buru, bukan juga sesuatu yang tabu. Perjalanan mas

2023

Setiap tahunnya, selalu ada yang meleset dari resolusi. Tapi ada juga yang melesat di luar ekspektasi. Bagiku, mempertahankan kewarasan diri di antara lonjakan resolusi dan ekspektasi itulah, yang utama. Karena hubungannya dengan emosi: mengelola, memperlajari, dan akhirnya memperbaiki. 2022 terlewati dengan indah, sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Karena sejatinya, duka dan bahagia yang menemani di sepanjang tahun tertentu itu tidak ada yang tak mengisyaratkan pelajaran. 2022 membawaku ke banyak sekali tempat baru: bertemu, berkenalan, dan mengelola rindu atas pertemuan.  2022 mengajarkanku untuk tidak jumawa mengasumsikan skenarioNya, merencanakan bak sutradara, tapi lupa siapa yang memiliki kita dan mengatur perjalanan hidup kita. 2022 adalah kebahagiaan yang tak terkira, tak terukur, dan kesyukuran yang paling jujur.

2012

"nanti jangan jadi guru yaaa, jangan. Kamu ngga layak ditiru" Monolog beberapa tahun silam, saat akumulasi sesal dan kecewa bertumpuk. Tepat, yang berputar-putar di pikiran adalah sosok yang mulia itu. Persis dihubungkan dengan perlakuan diri sendiri, karena pada saat itu, status masih seorang pelajar, tapi agaknya jauh dari kata terpelajar. Maha Baik Allah, menjadikan rasa takut, khawatir, dan kerdil akan sebutan yang mulia 'guru' itu sebagai media untuk tumbuh dan berkaca. Rasa-rasanya, jadi guru itu tiada hari tanpa belajar dan mawas diri, merasa ngga mampu, merasa ngga becus, merasa ngga mumpuni, tapi dari semua perasaan itu tumbuh kesadaran untuk belajar. Ya mau ngga mau. Titik. Kalau kamu ngga penuhi hak diri kamu dengan belajar, gimana mau membersamai dan menunaikan hak pelajar-pelajar itu? Tepat hari ini, 25 November selalu sukses membuat diri linglung, haru, dan gemetar. Berjalan dengan sebutan guru itu ya berkelok-kelok. Kadang tersandung kerikil di jalan, k