Suara lagu dangdut mulai keras terdengar digendang telinga, suasana dapur mulai rusuh, banyak tepung, beras, gula dan bahan-bahan lain pemberian warga sekitar. Hari ini Intan dan Hakim melangsungkan pernikahan. Rombongan keluarga mempelai putra datang jauh dari Mojokerto menuju Pangkal Pinang, bentangan jarak yang jauh itu seolah disingkap begitu saja karena tak sabar akan bertemu oleh sang kekasih hati, Intan.
"Saya terima nikah dan kawinnya Intanpurwanti binti Slamet Riyadi dengan mas kawin seperangkat alat salat dan uang senilai 550.000 dibayar tunai" ucap Hakim tegas tanpa pengulangan.
"Saahh!" seluruh tamu undangan dan keluarga bersorak bahagia.
Terlihat rona bahagia di wajah kedua mempelai yang sudah sah menjadi sepasang suami istri, Intan bersalim penuh kepatuhan terhadap Hakim seraya mencium tangannya, dan Hakim menampakkan senyum paling manisnya. Mulai hari itu, ada cita-cita besar yang coba dirangkai dan diwujudkan dua raga dalam satu jiwa, mendukung satu sama lain, menciptakan suasana rumah tangga penuh kerinduan, dan akan mencetak generasi-generasi dambaan semua orang.
"Bagaimana perasaanmu, Tan?" tanya Hakim pelan dan mencoba menunjukkan rasa sayangnya.
"Alhamdulillah, terharu dan senang sekali, semoga keluarga kita bisa sampai pada JannahNya" ungkap Intan lirih.
Menjadi sepasang memang akan menuai banyak pelajaran, apalagi sepasang suami istri. proses mengenal dan belajar setiap hari akan dijalani. Jika tak benar-benar mau mengerti dan memahami, pelajaran yang Allah kirimkan akan susah didapatkan.
Malam ini akan menjadi malam-malam yang penuh drama, satu minggu setelah perayaan pernikahan di Pangkal Pinang, Intan akan diboyong Hakim menuju Mojokerto tempat kelahirannya. Mereka berdua akan tinggal dan menetap disana. Maklum, kepergian Ayah Hakim beberapa tahun silam masih menyisakan sesak dalam hati ibunya, ibunya seorang diri di rumah ketika Hakim sibuk dengan pekerjaannya, oleh karena itu sekarang Hakim berniat untuk memboyog keluarga kecilnya menuju Mojokerto, agar ibunya tak lagi sendiri.
Intan masih kalut dengan berbagai macam pertanyaan yang muncul dalam kepalanya, bagaimana rasanya serumah dengan mertua? bagaimana memposisikan dirinya sebagai menantu yang dapat diterima? dan beragam pertanyaan lain yang tiba-tiba menghampiri.
Intan memang seorang perempuan yang pemikir, apa saja permasalahan akan dipikir habis olehnya, jangankan hal sebesar itu. Hal kecil yang seringkali mampir dalam kehidupan sehari-harinya sering kali membuat ia pusing kepala. Itulah Intan dengan berbagai macam karakter uniknya. akankah Hakim bisa mendampinginya dan menerima Intan sebagaimana apa adanya dirinya?
"Saya terima nikah dan kawinnya Intanpurwanti binti Slamet Riyadi dengan mas kawin seperangkat alat salat dan uang senilai 550.000 dibayar tunai" ucap Hakim tegas tanpa pengulangan.
"Saahh!" seluruh tamu undangan dan keluarga bersorak bahagia.
Terlihat rona bahagia di wajah kedua mempelai yang sudah sah menjadi sepasang suami istri, Intan bersalim penuh kepatuhan terhadap Hakim seraya mencium tangannya, dan Hakim menampakkan senyum paling manisnya. Mulai hari itu, ada cita-cita besar yang coba dirangkai dan diwujudkan dua raga dalam satu jiwa, mendukung satu sama lain, menciptakan suasana rumah tangga penuh kerinduan, dan akan mencetak generasi-generasi dambaan semua orang.
"Bagaimana perasaanmu, Tan?" tanya Hakim pelan dan mencoba menunjukkan rasa sayangnya.
"Alhamdulillah, terharu dan senang sekali, semoga keluarga kita bisa sampai pada JannahNya" ungkap Intan lirih.
Menjadi sepasang memang akan menuai banyak pelajaran, apalagi sepasang suami istri. proses mengenal dan belajar setiap hari akan dijalani. Jika tak benar-benar mau mengerti dan memahami, pelajaran yang Allah kirimkan akan susah didapatkan.
Malam ini akan menjadi malam-malam yang penuh drama, satu minggu setelah perayaan pernikahan di Pangkal Pinang, Intan akan diboyong Hakim menuju Mojokerto tempat kelahirannya. Mereka berdua akan tinggal dan menetap disana. Maklum, kepergian Ayah Hakim beberapa tahun silam masih menyisakan sesak dalam hati ibunya, ibunya seorang diri di rumah ketika Hakim sibuk dengan pekerjaannya, oleh karena itu sekarang Hakim berniat untuk memboyog keluarga kecilnya menuju Mojokerto, agar ibunya tak lagi sendiri.
Intan masih kalut dengan berbagai macam pertanyaan yang muncul dalam kepalanya, bagaimana rasanya serumah dengan mertua? bagaimana memposisikan dirinya sebagai menantu yang dapat diterima? dan beragam pertanyaan lain yang tiba-tiba menghampiri.
Intan memang seorang perempuan yang pemikir, apa saja permasalahan akan dipikir habis olehnya, jangankan hal sebesar itu. Hal kecil yang seringkali mampir dalam kehidupan sehari-harinya sering kali membuat ia pusing kepala. Itulah Intan dengan berbagai macam karakter uniknya. akankah Hakim bisa mendampinginya dan menerima Intan sebagaimana apa adanya dirinya?
Komentar
Posting Komentar