Langsung ke konten utama

Sang Wakil (2)

Suara lagu dangdut mulai keras terdengar digendang telinga, suasana dapur mulai rusuh, banyak tepung, beras, gula dan bahan-bahan lain pemberian warga sekitar. Hari ini Intan dan Hakim melangsungkan pernikahan. Rombongan keluarga mempelai putra datang jauh dari Mojokerto menuju Pangkal Pinang, bentangan jarak yang jauh itu seolah disingkap begitu saja karena tak sabar akan bertemu oleh sang kekasih hati, Intan.

"Saya terima nikah dan kawinnya Intanpurwanti binti Slamet Riyadi dengan mas kawin seperangkat alat salat dan uang senilai 550.000 dibayar tunai" ucap Hakim tegas tanpa pengulangan.

"Saahh!" seluruh tamu undangan dan keluarga bersorak bahagia.

Terlihat rona bahagia di wajah kedua mempelai yang sudah sah menjadi sepasang suami istri, Intan bersalim penuh kepatuhan terhadap Hakim seraya mencium tangannya, dan Hakim menampakkan senyum paling manisnya. Mulai hari itu, ada cita-cita besar yang coba dirangkai dan diwujudkan dua raga dalam satu jiwa, mendukung satu sama lain, menciptakan suasana rumah tangga penuh kerinduan, dan akan mencetak generasi-generasi dambaan semua orang.

"Bagaimana perasaanmu, Tan?" tanya Hakim pelan dan mencoba menunjukkan rasa sayangnya.
"Alhamdulillah, terharu dan senang sekali, semoga keluarga kita bisa sampai pada JannahNya" ungkap Intan lirih.

Menjadi sepasang memang akan menuai banyak pelajaran, apalagi sepasang suami istri. proses mengenal dan belajar setiap hari akan dijalani. Jika tak benar-benar mau mengerti dan memahami, pelajaran yang Allah kirimkan akan susah didapatkan.

Malam ini akan menjadi malam-malam yang penuh drama, satu minggu setelah perayaan pernikahan di Pangkal Pinang, Intan akan diboyong Hakim menuju Mojokerto tempat kelahirannya. Mereka berdua akan tinggal dan menetap disana. Maklum, kepergian Ayah Hakim beberapa tahun silam masih menyisakan sesak dalam hati ibunya, ibunya seorang diri di rumah ketika Hakim sibuk dengan pekerjaannya, oleh karena itu sekarang Hakim berniat untuk memboyog keluarga kecilnya menuju Mojokerto, agar ibunya tak lagi sendiri.

Intan masih kalut dengan berbagai macam pertanyaan yang muncul dalam kepalanya, bagaimana rasanya serumah dengan mertua? bagaimana memposisikan dirinya sebagai menantu yang dapat diterima? dan beragam pertanyaan lain yang tiba-tiba menghampiri.

Intan memang seorang perempuan yang pemikir, apa saja permasalahan akan dipikir habis olehnya, jangankan hal sebesar itu. Hal kecil yang seringkali mampir dalam kehidupan sehari-harinya sering kali membuat ia pusing kepala. Itulah Intan dengan berbagai macam karakter uniknya. akankah Hakim bisa mendampinginya dan menerima Intan sebagaimana apa adanya dirinya?


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Anak Broken Home Berbagi Cerita Tentang Pernikahan

"Pernikahan adalah hadiah terbaik dari Allah SWT untuk kita, dan kualitas dari pernikahan itu adalah persembahan kita untuk Allah SWT." Sepotong kalimat itu ku dapatkan setelah babat habis baca instagram story Febrianti Almeera, atau akrab dipanggil Teh Pepew. Entah kapan mulanya, akun Teh Pepew seringkali jadi media kontemplasi paling mendalam. Kata-katanya lugas dan jelas, lembut tapi menampar halus. Beliau ditakdirkan sepasang dengan Ulum A. Saif, kerap dipanggil Kang Ulum. Jika dilihat sekilas, cocok sekali beliau berdua. Saling melengkapi, saling mengisi, saling belajar. Definisi jodoh. Pembahasan instagram story Teh Pepew kali ini adalah tentang sahabat dekatnya yang baru saja melepas masa lajang di usia kepala 4. Apakah terlambat? Tentu tidak. Dipertemukan dalam kondisi terbaik yang dimiliki, dan di waktu yang terbaik menurutNya. Pembahasan menikah akhir-akhir ini akrab sekali di telinga. Ini bukan lagi tentang terburu-buru, bukan juga sesuatu yang tabu. Perjalanan mas

2023

Setiap tahunnya, selalu ada yang meleset dari resolusi. Tapi ada juga yang melesat di luar ekspektasi. Bagiku, mempertahankan kewarasan diri di antara lonjakan resolusi dan ekspektasi itulah, yang utama. Karena hubungannya dengan emosi: mengelola, memperlajari, dan akhirnya memperbaiki. 2022 terlewati dengan indah, sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Karena sejatinya, duka dan bahagia yang menemani di sepanjang tahun tertentu itu tidak ada yang tak mengisyaratkan pelajaran. 2022 membawaku ke banyak sekali tempat baru: bertemu, berkenalan, dan mengelola rindu atas pertemuan.  2022 mengajarkanku untuk tidak jumawa mengasumsikan skenarioNya, merencanakan bak sutradara, tapi lupa siapa yang memiliki kita dan mengatur perjalanan hidup kita. 2022 adalah kebahagiaan yang tak terkira, tak terukur, dan kesyukuran yang paling jujur.

2012

"nanti jangan jadi guru yaaa, jangan. Kamu ngga layak ditiru" Monolog beberapa tahun silam, saat akumulasi sesal dan kecewa bertumpuk. Tepat, yang berputar-putar di pikiran adalah sosok yang mulia itu. Persis dihubungkan dengan perlakuan diri sendiri, karena pada saat itu, status masih seorang pelajar, tapi agaknya jauh dari kata terpelajar. Maha Baik Allah, menjadikan rasa takut, khawatir, dan kerdil akan sebutan yang mulia 'guru' itu sebagai media untuk tumbuh dan berkaca. Rasa-rasanya, jadi guru itu tiada hari tanpa belajar dan mawas diri, merasa ngga mampu, merasa ngga becus, merasa ngga mumpuni, tapi dari semua perasaan itu tumbuh kesadaran untuk belajar. Ya mau ngga mau. Titik. Kalau kamu ngga penuhi hak diri kamu dengan belajar, gimana mau membersamai dan menunaikan hak pelajar-pelajar itu? Tepat hari ini, 25 November selalu sukses membuat diri linglung, haru, dan gemetar. Berjalan dengan sebutan guru itu ya berkelok-kelok. Kadang tersandung kerikil di jalan, k